Pemberitahuan
Bukan Wahhaby, tetapi madzhab Syafi'i
Yang Benar Mazhab Syafie
Diposting oleh Ardy Abdul 'Aziz Al Batafy di 09.08 0 Aqwaal
Label: dakwah, materi utama
Hadits shohih tidak akan pernah bertentangan dengan Al Qur'an bagi orang-orang yang berakal
"Ada sebagian orang yang berkata bahwa apabila terdapat sebuah hadits yang bertentangan dengan ayat Al-Qur'an maka hadits tersebut harus kita tolak walaupun derajatnya shohih. Mereka mencontohkan sebuah hadits :"Sesungguhnya mayit akan disiksa disebabkan tangisan dari keluarganya." Mereka berkata bahwa hadits tersebut ditolak oleh Aisyah Radliyallohu 'anha dengan sebuah ayat dalam Al-Qur'an surat Fathir ayat 18: "Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain." Bagaimana kita membantah pendapat mereka ini ?
Jawaban:
Mengatakan ada hadits shohih yang bertentangan dengan Al-Qur'an adalah kesalahan yang sangat fatal. Sebab tidak mungkin Rosulullah Sholallohu 'alaihi wa sallam yang diutus oleh Alloh memberikan keterangan yang bertentangan dengan keterangan Alloh yang mengutus beliau (bahkan sangat tidak mungkin hal itu terjadi).
Dari segi riwayat/sanad, hadits di atas sudah tidak terbantahkan lagi ke-shohih-annya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Umar bin Khattab dan Mughirah bin Syu'bah, yang terdapat dalam kitab hadits shohih (Bukhari dan Muslim).
Adapun dari segi tafsir, hadits tersebut sudah ditafsirkan oleh para ulama dengan dua tafsiran sebagai berikut :
1. Hadits tersebut berlaku bagi mayit yang ketika hidupnya dia mengetahui bahwa keluarganya (anak dan istrinya) pasti akan meronta-ronta (nihayah) apabila dia mati. Kemudian dia tidak mau menasihati keluarganya dan tidak berwasiat agar mereka tidak menangisi kematiannya. Orang seperti inilah yang mayitnya akan disiksa apabila ditangisi oleh keluarganya.
Adapun orang yang sudah menasihati keluarganya dan berpesan agar tidak berbuat nihayah, tapi kemudian ketika dia mati keluarganya masih tetap meratapi dan menangisinya (dengan berlebihan), maka orang-orang seperti ini tidak terkena ancaman dari hadits tadi.
Dalam hadits tersebut, kata al-mayyit menggunakan hurul alif lam (isim ma'rifat) yang dalam kaidah bahasa Arab kalau ada isim (kata benda) yang di bagian depannya memakai huruf alif lam, maka benda tersebut tidak bersifat umum (bukan arti dari benda yang dimaksud). Oleh karena itu, kata "mayit" dalam hadits di atas adalah tidak semua mayit, tapi mayit tertentu (khusus). Yaitu mayit orang yang sewaktu hidupnya tidak mau memberi nasihat kepada keluarganya tentang haramnya nihayah.
Demikianlah, ketika kita memahami tafsir hadits di atas, maka kini jelaslah bagi kita bahwa hadits shohih tersebut tidak bertentangan dengan bunyi ayat: "Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain."
Karena pada hakikatnya siksaan yang dia terima adalah akibat kesalahan/dosa dia sendiri yaitu tidak mau menasihati dan berdakwah kepada keluarga. Inilah penafsiran dari para ulama terkenal, di antaranya Imam An-Nawawi.
2. Adapun tafsiran kedua adalah tafsiran yang dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh di beberapa tulisan beliau bahwa yang dimaksud dengan adzab (siksaan) dalam hadits tersebut adalah bukan adzab kubur atau adzab akhirat melainkan hanyalah rasa sedih dan duka cita. Yaitu rasa sedih dan duka ketika mayit tersebut mendengar rata tangis dari keluarganya.
Tapi menurut saya (Syaikh Al-Albani), tafsiran seperti itu bertentangan dengan beberapa dalil. Di antaranya adalah hadits shohih riwayat Mughiroh bin Syu'bah: "Sesungguhnya mayit itu akan disiksa pada hari kiamat disebabkan tangisan dari keluarganya."
Jadi menurut hadits ini, siksa tersebut bukan di alam kubur tapi di akhirat, dan siksaan di akhirat maksudnya adalah siksa neraka, kecuali apabila dia diampuni oleh Alloh, karena semua dosa pasti ada kemungkinan diampuni oleh Alloh kecuali dosa syirik. Firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala : "Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa-dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisa' : 48).
Banyak hadits-hadits shohih dan beberapa ayat Al-Qur'an yang mengatakan bahwa seorang mayit itu tidak akan mendengar suara orang yang masih hidup kecuali saat tertentu saja. Di antaranya (saat-saat tertentu itu) adalah hadits riwayat Bukhori dari shahabat Anas bin Malik Radliyallohu 'anhu: "Sesungguhnya seorang hamba yang meninggal dan baru saja dikubur, dia mendengar bunyi terompah (sandal) yang dipakai oleh orang-orang yang mengantarnya ketika mereka sedang beranjak pulang, sampai datang kepada dia dua malaikat." Kapan seorang mayit itu bisa mendengar suara sandal orang yang masih hidup? Hadits tersebut menegaskan bahwa mayit tersebut hanya bisa mendengar suara sandal ketika baru saja dikubur, yaitu ketika ruhnya baru saja dikembalikan ke badannya dan dia didudukkan oleh dua malaikat. Jadi, tidak setiap hari mayit itu mendengar suara sandal orang-orang yang lalu lalang di atas kuburannya sampai hari kiamat. Sama sekali tidak !
Seandainya penafsiran Ibnu Taimiyyah di atas benar, bahwa seorang mayit itu bisa mendengar tangisan orang yang masih hidup, berarti mayit tersebut bisa merasakan dan mendengar apa yang terjadi di sekelilingnya, baik ketika dia sedang diusung atau dia dimakamkan, sementara tidak ada satupun dalil yang mendukung pendapat seperti ini.
Hadits selanjutnya adalah:"Sesungguhnya Alloh mempunyai malaikat-malaikat yang bertugas menjelajah di seluruh permukaan bumi untuk menyampaikan kepadaku salam yang diucapkan oleh umatku."
Seandainya mayit itu bisa mendengar, tentu mayit Rosulullah Shalallohu 'alaihi wa sallam lebih dimungkinkan bisa mendengar. Mayit beliau jauh lebih mulia dibandingkan mayit siapapun, termasuk mayit para nabi dan Rosul. Seandainya mayit beliau Shalallohu 'alaihi wa sallam bisa mendengar, tentu beliau mendengar salam dari umatnya yang ditujukan kepada beliau dan tidak perlu ada malaikat-malaikat khusus yang ditugasi oleh Alloh untuk menyampaikan salam yang ditujukan kepada beliau.
Dari sini kita bisa mengetahui betapa salah dan sesatnya orang yang ber-istighotsah (minta pertolongan) kepada orang yang sudah meninggal, siapapun dia. Rosululloh Shalallohu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling mulia di sisi Alloh dan beliau tidak mampu mendengar suara orang yang masih hidup, apalagi selain beliau. Hal ini secara tegas diterangkan oleh Alloh dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 194: "Sesungguhnya yang kalian seru selain Alloh adalah hamba juga seperti kalian." Juga di dalam surat Fathir ayat 14 : "Jika kalian berdo'a kepada mereka, maka mereka tidak akan mendengar do'a kalian."
Demikianlah, secara umum mayit yang ada di dalam kubur tidak bisa mendengar apa-apa kecuali saat-saat tertentu saja. Sebagaimana yang sudah diterangkan dalam beberapa ayat dan hadits di atas.
Dikutip dari "Kaifa yajibu 'alaina annufasirral qur'anil karim" edisi bahasa Indonesia "Tanya Jawab dalam Memahami Isi Al-Qur'an"
Diposting oleh Ardy Abdul 'Aziz Al Batafy di 22.08 0 Aqwaal
Label: dakwah, dasar tauhid, materi utama
لا إله إلا الله : Makna dan Konsekwensinya
Ust. Masruhin Sahl Musthofa
Betapa indahnya Alloh Ta’ala memberikan permisalan terhadap kalimat ini, menggetarkan qolbu orang-orang yang ada cahaya iman didadanya. Alloh Ta’ala berfirman :
ألَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلَمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا ِفي السَّمَاءِ. تُؤْتِيْ أُكُلَهَا كُلَّ حِيْنٍ بِإذْنِ َربِّهَا وَيَضْرِبُ اللهُ اْلأمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ. (إبراهيم : 24-25)
"Tdakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah membuat permisalan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kokoh dan cabangnya menjulang kelangit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabb-Nya. Dan Alloh membuat permisalan-permisalan itu bagi manusia agar mereka selalu mengingat." (QS. Ibrahim : 24-25)
Ibnu Katsir dan yang lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat yang baik diantaranya Kalimat Tauhid لا إله إلا الله.
Para Sahabat Nabi ketika mereka mengucapkan kalimat ini bergetar jiwa mereka sehingga tergeraklah kesadarannya (atau inspirasi) mereka untuk lebih tunduk dan khusyu' terhadap kalimat ini. Sekeras apapun watak sahabat, ketika cahaya iman sudah masuk dalam lubuk hati mereka, akan leleh dan lunak kekakuan hati mereka.
Pancaran keagungan dari kalimat ini betul-betul nampak dalam mengubah perilaku mereka yang kasar dan kejam.
Ketika zaman sudah jauh dari kenabian, kebesaran cahaya kalimat ini seakan meredup dan memudar. Kalimat ini seolah-olah hanya merupakan hiasan di bibir saja, pengaruh yang demikian besar yang nampak pada zaman sahabat Nabi seolah tidak ada lagi.
Alangkah baiknya kita simak tulisan pada edisi kali ini untuk lebih menambahkan kemantapan iman kita terhadap kalimat ini.
Makna kalimat لا إله إلا الله.
Telah terjadi kesalahan dalam pengartian kalimat ini di masyarakat. Karena Kesalahan ini mengakibatkan kesalahan pemahaman dan konsekwensi terhadap kalimat لا إله إلا الله. Diantara mereka ada yang mengartikan kalimat لا إله إلا الله dengan "Tiada Tuhan selain Alloh", bahkan ada yang lebih ekstrim lagi dalam mengartikan kalimat ini seperti yang dipelopori oleh kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) dengan mengatakan "Tiada Tuhan selain Tuhan" atau "Tiada Tuhan yang Kecil selain Tuhan yang Besar".
Mereka memahami bahwa kalimat Tauhid لا إله إلا الله semata-mata hanya mengakui Tauhid Rububiyah yakni hanya mengakui bahwasanya Alloh-lah satu-satunya Pencipta dan Pengatur Alam ini. Pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang batil, sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang yang menyimpang dari Islam ini seperti Ahli Kalam dan orang-orang Sufi. Mereka menyangka bahwa dengan meyakini keyakinan sepeti ini berarti telah meyakini tauhid لا إله إلا الله dengan sebenar-benarnya. Bahkan mereka telah menulis sekian banyak tulisan dan karya mereka untuk membela kebatilan ini. Dari kesalahan ini muncullah kebatilan peribadatan yang lain, diantara mereka ada yang datang kekuburan orang -orang Sholeh, Nabi dan wali-wali untuk meminta syafa'at atau meminta-minta berkah kepada jin, pohon, syaithon, Nyi Roro Kidul dan lain sebagainya dengan meyakini bahwa perbuatan ini tidaklah mengeluarkannya dari kalimat Tauhid لا إله إلا الله selama mereka masih mengakui bahwa Alloh-lah satu-satunya Pencipta dan Pengatur Alam ini.
Dan Rasullah r memerangi orang-orang musyrikin Qurays yang meyakini dan memahami bahwa Alloh satu-satunya Pencipta dan Pengatur dan Pemberi rizki. Alloh I menyebutkan tentang perkataaan mereka : " Katakanlah (Ya Muhammad): "Milik siapakah bumi ini, dan semua yang pada padanya ini, jika kalian orang-orang yang mengetahui." Mereka (Musyrikin Qurays) akan menjawab :" Milik Alloh". Katakan
lah :"Maka apakah kalian tidak ingat ?". Katakanlah :" Siapakah Tuhan langit yang tujuh dan Tuhan 'Arsy yang agung ?" Mereka akan menjawab :" Milik Alloh". Katakanlah:"Maka apakah kalian tidak takut ?". Katakanlah : " Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu dan Dialah yang melindungi, dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab-Nya), jika kalian mengetahui?". Mereka akan menjawab : " Milik Alloh". Katankanlah : (Kalau demikian) "Maka dari arah manakah kalian tertipu ?" ( Surat Al-Mu'minun : 84-88 ).
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mereka dikafirkan oleh Alloh I dan diperangi oleh Rasulullah r walaupun mereka mengakui Alloh I sabagai Tuhan mereka, namun mereka tidak meninggalkan peribadatan terhadap Nabi Uzair u atau Nabi Isa u. Alloh I berfirman : " Sesungguhnya orang-orang kafir dari Ahlu Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang Musyrikin (yang menyekutukan Alloh) di dalam neraka Jahanam kekal di dalamnya, Mereka itu sejahat-jahat manusia".
(Surat Al-Bayyinah : 9)
Arti yang benar dari kalimat Tauhid لا إله إلا الله secara kalimat ialah :
-(لاَ : ناَفِيَةٌ لِلْجِنْسِ) ialah kalimat penafikan (peniadaan) suatu jenis
- (الإلَهَ :مَأْلُوْهُ مَعْبُوْدُ) ialah sesuatu yang ditunduki dan diibadahi
- (إِلاَّ : أَدََاةُ اْلإِسْتِثْنَاءِ) ialah kalimat untuk menunjukkan pengecualian (dari kalimat sebelumnya)
- (الله :اِسْمُ مِنْ أَسْمَاءِ اللهِ الْحُسْنَى) ialah nama zat Alloh di antara nama-nama Alloh yang baik
Dengan demikian makna kalimat Tauhid لا إله إلا الله yang benar ialah لاَ مَعْبُوْدَ بِحَقٍّ إِلاَّ الله, Tidak ada sesembahan yang hak (untuk diibadahi) selain Alloh. Dan Seorang yang telah melafadzkan kalimat ini harus menafikan (meniadakan) seluruh bentuk pengabdian ibadah dan ketundukkan kepada selain Alloh I dan menetapkan (meyakininya) hanya semata kepada Alloh I saja.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tentang makna kalimat ini :
Tidak ada kebahagiaan bagi hati, tidak pula kelezatan yang sempurna kecuali dalam kecintaan kepada Alloh I, bertaqarrub kepada-Nya dengan apa yang dicintainya. Tidak akan kokoh kecintaan Kepada Alloh I tanpa berpaling dari kecintaan terhadap selain Alloh. Inilah hakekat kalimat لا إله إلا الله. Diatas pemahaman seperti inilah agama Ibrahim u Kholilullah dan seluruh para nabi dan rosul u ditegakkan.
Dari kalimat ini muncul wala' (loyalitas) dan bara' (permusuhan), dan muncul pula penolakan dan pengikraran.
Tidak setiap orang yang mengakui Alloh sebagai Rabb (Tuhan) dan Pencipta segala sesuatu pasti hanya beribadah kepadanya semata, atau hanya berdo'a kepada-Nya semata, hanya bertawakkal kepada-Nya semata, serta bermusuhan dan mencintai semata karena Alloh, taat dan tunduk kepada Rasul-Nya. Betapa banyaknya orang yang mengakui seperti ini akan tetapi mereka beribadah kepada selain Alloh juga. Bahkan Iblis yang dilaknat oleh Alloh karena pembangkangannya terhadap perintah Alloh I untuk bersujud kepada Adam u yang merupakan perintah ibadah juga mengakui Alloh sebagai Rabb (Pencipta)-nya. Alloh I mengungkapkan perkataan Iblis dengan firmannya : "Berkata Iblis : "Ya Rabb-ku (Wahai Tuhanku) maka berilah aku tangguh sampai waktu mereka dibangkitkan (hari kiamat").(Surat Shaad : 79)
Sudah dimaklumi bahwa semua bentuk peribadatan kepada selain Alloh, baik itu Wali, Nabi, pohon, Matahari, jin dan lain sebagainya merupakan kesyirikan yang nyata. Orang yang melakukan peribadatan seperti itu diancam oleh Alloh dengan neraka Jahanam dalam keadaan kekal di dalamnya. Dosanya tidak akan diampuni oleh Alloh I, dan firman-Nya " Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni (dosa) jika Alloh disekutukan dengan sesuatu dan Dia mengampuni (dosa) apa-apa yang selain itu (kesyirikan) bagi siapa saja yang Dia kehendaki." (Surat An-Nisa' : 48)
Konsekwensi kalimat لا إله إلا الله
Alloh I telah menetapkan dalam Al-Qur'an bahwa Dia tidak akan membiarkan orang sekedar mengucapkan kami beriman kepada Alloh atau kami telah mengucapkan dan meyakini kalimat Tauhid لا إله إلا الله, sementara itu mereka tidak diuji lagi. Firman-Nya : Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (begitu saja) mengatakan : "Kami telah beriman ", sedang mereka tidak diuji lagi ?. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Surat Al-Ankabut : 2-3). Diantara konsekwensi yang harus kita hadapi dari kalimat Tauhid لا إله إلا الله ini ialah kesiapan kita untuk menerima ujian yang datang dari Alloh I untuk membedakan kesungguhan keimanan kita dan kemantapan kita diatas landasaaan kalimat ini.
Betapa banyaknya Rasulullah r dan para sahabatnya menerima ujian dari Alloh I ketika mereka telah beriman kepada kalimat Tauhid لا إله إلا الله. Diantara mereka ada yang dibunuh, atau disiksa dengan siksaan yang begitu bengis dan kejam, atau ada yang dipenjara dan diteror dengan sekian macam teror. Begitu beratnya ujian yang datang kepada mereka sampai ada diantara mereka yang berkata : "Ya Rasulullah sampai kapan datangnya pertolongan Alloh akan tiba". Namun mereka tetap sabar dan istiqomah dalam imannya. Dan mereka tahu bahwa setelah melafadzkan kalimat Tauhid لا إله إلا الله mereka harus wala' (loyal) terhadap Alloh I, Agamanya, Kitabnya, dan Sunnah Nabi-Nya serta semua hamba-hamba-Nya yang Sholih. Dan harus menyatakan bara' (perlepasan diri) dari semua bentuk Thoghut yang diibadahi dan ditunduki dari selain Alloh.
Berkata Syaikhul Imam Muhammad bin AbdulWahhab mengomentari tentang konsekwensi kalimat Tauhid لا إله إلا الله:
" Ketahuilah bahwa manusia tidak akan menjadi mu'min kepada Alloh sebelum dia mengingkari peribadatan terhadap Thoghut. Dan kalimat Tauhid لا إله إلا الله merupakan wala' (loyalitas) terhadap syari'at Alloh. Firman Alloh : " Ikutilah apa yang telah diturunkan kepada kamu dari Rabb-mu dan janganlah mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya, Amat sedikit kamu mengambil pelajaran (darinya)". (Surat Al-A'raf : 3). Dan kalimat ini mengharuskan bara' (pembersihan diri) dari hukum jahiliyah dan semua agama selain agama Islam. Firman Alloh : "Dan Barangsiapa yang mengambil selain Islam sebagai agamanya maka tidak akan diterima amal darinya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi." (Surat Ali Imron : 85)
Setelah itu orang yang mengikrarkan kalimat Tauhid لا إله إلا الله dia harus meniadakan dan menetapkan empat hal. Di antara empat hal yang harus ditolak dan dinafikan/ditiadakan ialah :
1. Semua Ilah (الآلهة) (Sesembahan) yang dia inginkan untuk memberi manfaat dan menolak madhorot (bahaya) darinya
2. Semua bentuk Thoghut (الطواغيت) yang diibadahi dan dia senang atau dijadikan peribadatan (kepada selain Alah)
3. Semua bentuk Tandingan (الأنداد) yaitu tandingan selain Alloh yang disekutukan dengan Alloh yang memalingkan dia dari agama Islam seperti istri, rumah, keluarga atau harta yang bisa memalingkan dia dari beribadah kepada Alloh semata.
4. Semua bentuk ketaatan (الأرباب) yang memalingkannya dari al-Haq (agama Islam) dan mentaatinya.
Sedangkan empat hal yang harus dia tetapkan setelah melafadzkan kalimat Tauhid
لا إله إلا الله ialah :
1. Tujuan (القصد) yaitu menjadikan seluruh arah tujuan (hidupnya) hanya untuk mengabdi kepada Alloh I
2. Pengagungan (التعظيم) dan Kecintaan (المحبة) yaitu hanya mengagungkan kepada Alloh I dan mencintai-Nya serta semua yang disyariatkan-Nya.
3. Pengharapan (الرجاء) dan Ketakutan (الخوف) yaitu hanya mengharapkan keridhoan Alloh I dan selalu khawatir atas datangnya adzab Alloh
4. Bertakwa (التقوى) yaitu selalu khawatir akan murkanya Alloh dan adzabnya dengan meninggalkan segala bentuk kesyirikan dan mengikhlaskan seluruh pengabdian ibadah hanya kepada Alloh I.
Maraji' :
1. Tafsir Ibnu Katsir
2. Terjemah Al-Qur'an, cetakan Saudi
3. Kitab Qoul al-Mufid oleh Syaikh Ibnu Utsaimin
4. Kitab Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid oleh Syaikh Abdurrohman Alu Syaikh
5. Kitab Al-Wala' wal- Bara' oleh Syaikh Muhammad bin Sa'id Al-Qohthony
Diposting oleh Ardy Abdul 'Aziz Al Batafy di 21.04 0 Aqwaal
Label: dasar tauhid, materi utama
Petikan Sejarah Agama Tauhid
Ust. Abu Yusuf Masruhin Sahl Musthofa
Agama Tauhid adalah sebuah aqidah (keyakinan) yang lurus, agama yang kokoh dan agama fitroh yang Alloh menciptakan semua manusia berada di atasnya. Keberadaan agama Tauhid bermula semenjak keberadaan manusia, Adam u, cikal bakal manusia. Alloh menciptakannya berada di atas agama Tauhid. Alloh I menyuruh kepada semua manusia untuk menerima Agama Fitroh ini. "Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus yang Alloh menciptakan manusia di atasnya.
Manusia diciptakan oleh Alloh hanya untuk mengabdi kepada-Nya sejak awal penciptaan :
وَمَا خَلَقْتُ اْلجِنَّ وَ اْلإنْسَ إلاَ لِيَعْبُدُوْنِ
" Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku" (Adz-Dzariyat: 56 ).
Pengabdian hanya kepada Alloh merupakan perwujudan Agama Tauhid. Dan Tauhid itu meliputi 3 hal : Uluhiyah, Rububiyah dan Asma' wa Sifat. Yaitu mengakui dan meyakini bahwa Alloh satu-satunya yang boleh diibadahi, Alloh satu-satunya Pencipta, Pengatur dan Pemberi rezeki dan mengakui semua nama-nama dan sifat-sifat yang baik bagi Alloh.
Alloh telah mengambil perjanjian yang kokoh terhadap semua manusia ketika mereka masih berada di punggung Adam untuk mengakui Alloh sebagai Rabb-Nya. "Dan ingatlah ketika Rabb-Mu mengambil perjanjian dari Bani Adam ketika mereka masih berada di punggung-punggung mereka dan mengambil persaksian atas diri mereka,"Bukankah Aku adalah Rabb-mu? "Agar jangan sampai kalian mengatakan pada hari kiamat, "Sesungguhnya kami telah lupa dari yang demikian ini. Atau kalian mangatakan, "Sesungguhnya bapak-bapak kami telah melakukan kesyirikan sebelum ini padahal kami adalah keturunan mereka. Maka (apakah) kami akan engkau hancurkan akibat perbuatan orang-orang yang bathil " (Al-A'raf : 172-173)
Banyak orang yang mengira bahwa mereka diciptakan di dunia ini untuk berfoya-foya, atau dibiarkan begitu saja keberadaannya tanpa diberi amanah dan tanggung jawab. Alloh menyitir persangkaan mereka dalam firman-Nya, "Apakah manusia mengira akan dibiarkan begitu saja?" (Al-Qiyamah: 36) Padahal keinginan Alloh untuk menciptakan manusia dengan suatu amanah, sudah Alloh beritahukan kepada para Malaikat yang ada di sisi-Nya sebelum manusia diciptakan. Alloh berfirman, "Ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menciptakan di bumi seorang khalifah." (Al-Baqoroh: 30)
Dan amanah yang paling agung yang Alloh wajibkan manusia untuk mengembannya adalah amanah ubudiyah. Amanah ini sebelumnya telah Alloh tawarkan kepada makhluk-makhluk lain yang lebih besar darinya. Mereka semua enggan untuk menerimanya karena khawatir tidak mampu menjalankan amanah yang sangat berat ini. Gambaran tawar-menawar ini Alloh sebutkan dalam firman-Nya: "Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat (ubudiyah) kepada langit, bumi dan gunung-gunung maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. Sehingga Alloh mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan, dan sehingga Alloh menerima taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Al-Ahzab: 72-73)
Sejarah Munculnya Kesyirikan
Sumber sejarah yang otentik dan tidak mungin ada kesalahan di dalamnya adalah wahyu Alloh yang diturunkan kepada semua Rasul, di antara wahyu Alloh itu hanyalah Al-Qur'an yang tidak mengalami perubahan sedikitpun isinya sampai sekarang. Wahyu Alloh yang lain seperti Taurat dan Injil semuanya sudah mengalami perubahan. Dan bukti perubahan itu, selain termaktub dalam Al-Qur'an juga termaktub dalam Kitab itu sendiri. Pembahasan tentangnya sangat panjang, bagi yang ingin memperluas pembahasan ini bisa merujuk buku-buku yang ditulis oleh pakar Kristologi seperti Ahmed Dedaat dan yang lainnya.
Sebagian orang meyakini kebenaran sumber sejarah peradaban manusia hanya dari catatan bebatuan atau kabar-kabar yang ditulis dalam bebatuan. Mereka menyimpulkan teori perkembangan peradaban manusia hanya dari itu, mereka meninggalkan kabar dari langit yang dibawa oleh para Rasul. Keyakinan yang salah ini memunculkan kesimpulan yang salah. Dan naifnya kesimpulan yang salah ini diajarkan di sekolah-sekolah menjadi kurikulum baku yang harus dipelajari oleh siswa sekolah.
Mereka menyatakan bahwa asal-muasal manusia berasal dari kera yang mengalami evolusi menjadi manusia dalam proses ribuan tahun yang silam. Peradaban dan daya nalar pikirnya pun mengalami proses seperti itu pula. Dari nalar yang rendah itu mereka mengembangkan kreasi dan imajinasinya untuk mencari Tuhan yang menciptakanya. Awalnya mereka meyakini bahwa kekuatan-kekuatan alam atau roh-roh yang bergentayangan punya kekuatan yang mempengaruhi kehidupan mereka, kemudian mereka melakukan ritual peribadatan terhadap kekuatan takhayul. Setelah daya nalarnya meningkat berubahlah keyakinan mereka yang awalnya meyakini banyak Tuhan (polytheisme) lambat laun mereka mayakini adanya satu Tuhan (monotheisme).
Teori seperti ini jelas sekali bathilnya, karena yang pertama jelas bertentangan dengan ayat Al-Qur'an yang menyatakan : "Dulu awalnya manusia itu umat yang satu, lalu Alloh mengutus para nabi untuk memberi kabar gembira dan peringatan dan Alloh menurunkan beserta mereka Al-Kitab agar mereka dapat menghukumi (persengketan) di antara manusia terhadap hal-hal yang mereka perselisihkan." (Al-Baqoroh: 213) Ibnu Abbas dan Ulama tafsir yang lainnya menerangkan yang dimaksud umat yang satu ialah umat sebelum Nabi Nuh yang mereka hanya beribadah kepada Alloh saja. Dan dalil bathilnya teori ini yang kedua ialah kalau memang agama Tauhid (Monotheisme) itu lahirnya belakangan, mestinya menurut teori itu tidak boleh lagi ada keyakinan terhadap banyak Tuhan karena pola pikir seperti itu menunjukkan primitifnya akal para penyembahnya. Namun kenyataannya sampai sekarang kesyirikan itu terus terjadi.
Menurut Al-Qur'an manusia sejak awalnya diciptakan oleh Alloh dalam keadaan sempurna baik itu bentuk maupun akalnya. Alloh berfirman: "Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk ." (At-Tin: 4) Adam sejak pertama sudah diajari oleh Alloh ilmu pengetahuan yang luas. Alloh berfirman: "Dan Alloh mengajarkan kepada Adam nama-nama semua kemudian Alloh menanyakan kepada Malaikat lalu berfirman: "Beritahukan kepada-Ku dengan nama-nama itu semua kalau kalian jujur!". Para Malaikat berkata: " Maha Suci Engkau, tidak ada pengetahuan dalam diri kami kecuali yang telah Engkau ajarkan kepada Kami." ( Al-Baqoroh: ) Dengan demikian jelaslah bahwa Adam memiliki pengetahuan melebihi pengetahuan para Malaikat dan Alloh telah memilih Adam di antara hamba-hamba-Nya, "Sesungguhnya Alloh telah memilih Adam dan Nuh dan keluarga Ibrahim dan keluarga Imron di antara alam semesta." (Ali Imron : ) Semua orang yang Alloh sebutkan itu merupakan hamba pilihan-Nya yang hanya mentauhidkan (meng-Esakan) Alloh dalam peribadatannya.
Agama Pagan (Kesyirikan) adalah agama Bid'ah (baru) yang tidak dikenal pada awal keberadaan manusia. Awal pertama munculnya agama ini pada zaman Nuh. Berkata Ibnu Abbas bahwa jarak antara Adam dan Nuh ada sepuluh generasi, mereka semua hanya beribadah kepada Alloh. Tiba-tiba muncullah kesyirikan dikalangan umat Nabi Nuh setelah meninggalnya lima orang yang sholih dari kaumnya. Alloh berfirman : " Dan mereka (umat Nuh) berkata : "Janganlah kalian tinggalkan Tuhan-Tuhan kalian ! Dan Janganlah kalian tinggalkan (peribadatan terhadap) Wadd, Suwa', Yaghuts, Yauq dan Nasra. " (Nuh : ) Lima orang yang disembah oleh kaum Nuh itu awalnya orang-orang sholih dari kaum yang meninggal secara beruntun sehingga mereka merasa kehilangan, untuk menghormati mereka dibuatlah patung-patung peringatan yang awalnya tidak diibadahi, setelah hilangnya ilmu agama dari mereka, kemudian patung-patung itu disembah. Lalu Alloh mengutus Nuh untuk mengingatkan kesesatan mereka.
Orang-orang Qurays yang didakwahi oleh Nabi Muhammad awalnya mereka juga bertauhid, hanya beribadah kepada Alloh warisan agama yang mereka warisi dari nenek moyang mereka yaitu Nabi Ibrahim. Kemudian datanglah 'Amru bin Luhay orang yang pertama mengajak kepada kesyirikan dikalangan orang Qurays. Sehingga tersebarlah setelah itu kesyirikan di sekitar Mekkah, padahal dahulunya mereka tidak mengenal kesyirikan tersebut. Lalu datanglah Muhammad mendakwahi mereka dan mengingatkan kembali ajaran agama Tauhid warisan Ibrahim yang telah mereka tinggalkan.
Sejarah Keberadaan Agama Tauhid
Asal mula keyakinan manusia adalah Agama Tauhid bukan Agama Syirik. Agama Tauhid merupakan agama yang dibawa oleh semua Rosul dan semua Nabi. Tidak ada seorang Rosul atau Nabi yang diutus oleh Alloh untuk mendakwahi umatnya di permukaan bumi kecuali mereka pasti menyeru kepada Agama Tauhid. Alloh telah menyebutkan yang demikian ini dalam Al-Qur'an dengan firman-Nya :
وما أرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا أنا فاعبدون . الأنبياء : 25
"Dan tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang Rasul kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwasanya Tidak ada Tuhan yang berhaq diibadahi selain Aku, maka sembahlah Aku". (Al-Anbiya' : 25)
Kalau kita merenungkan kisah-kisah para Rasul yang terdapat dalam Al-Qur'an, kita pasti mendapati bahwa mereka semua bersepakat di atas dakwah Tauhid, yaitu dakwah untuk mengajak hanya beribadah kepada Alloh semata dan menjauhi semua kesyirikan sekalipun syari'at mereka berbeda. Bahkan dakwah terhadap Tauhid dan peringatan dari bahaya syirik merupakan hal yang paling penting yang mereka dakwahkan kepada umatnya. Nuh, Rasul pertama yang diutus Alloh di muka bumi menyeru kaumnya :"Wahai kaumku beribadahlah (hanya) kepada Alloh yang tidak ada Tuhan selain dari-Nya ." Demikian pula Rosul setelahnya sampai Rosul terakhir Muhammad juga melakukan yang demikian.
Al-Qur'an yang diajarkan Muhammad dari awal sampai akhir, semua mengajarkan agama Tauhid. Ayat yang pertama kali turun kepada beliau mengajak untuk memurnikan agama Tauhid.
إقرأ باسم ربك الذي خلق
"Bacalah dengan menyebut nama Rabb-mu yang telah menciptakan !" (Al-'Alaq: 1) Seruan beliau dalam dakwah yang beliau lakukan selama 23 tahun di Mekkah dan Madinah semuanya dalam rangka menegakkan panji-panji agama Tauhid. Beliau marah manakala ada salah seorang di antara sahabatnya yang meminta untuk dibuatkan tempat sesajian mereka. Sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Abu Waqid Al-Laitsy, " Kami keluar bersama Rasulullah untuk perang Hunain, dan Kami baru saja bebas dari kekafiran (baru masuk Islam), sedangkan orang-orang Musyrik memiliki pohon (bertuah) yang mereka bersemedi di sekitarnya. Dan mereka menggantungkan senjata-senjatanya di sana, namanya Dzatu Anwat. Ketika kami lewat di pohon itu kami berkata, " Ya Rasulullah, buatkan untuk kami Dzatu Anwat sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwat. Lalu Rasulullah menyahut, " Allohu Akbar ! Ini adalah Sunnah (tradisi). Kalian telah meminta sesuatu, Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya, sebagaimana telah dilakukan oleh Bani Isroil kepada Musa, " Buatkanlah untuk kami Tuhan sebagaimana mereka (orang kafir) punya Tuhan. Berkata Musa : " Sesungguhnya kalian itu kaum yang bodoh" (Al-A'raf: 137). Berkata Rasulullah : " Sungguh kamu akan meniru tradisi orang-orang sebelum kamu." (Hadits diriwayatkan Tirmizi dan disohihkan olehnya dan Syaikh Al-Arnauth).
Rasululah tidak pernah meninggalkan peringatan terhadap umatnya tentang pentingnya Tauhid dan bahayanya syirik. Bahkan wasiat terakhir Rasulullah sebelum meninggalnya juga mengingatkan tentang masalah Tauhid. Sebagaimana diriwayatkan oleh istri tercintanya, 'Aisyah, berkata : "Tatkala datang kepada beliau sekaratul maut beliau mulai menutupkan gamisnya ke atas wajahnya, ketika sudah siuman beliau membuka kain itu dari wajahnya, dalam keadaan seperti itu lalu berkata : " Laknat Alloh atas Yahudi dan Nasrani, mereka telah menjadikan kubur-kubur para Nabi mereka sebagai masjid" beliau mengingatkan apa yang mereka lakukan dan seandainya tidak karena itu niscaya ditampakkan kuburan beliau" (Riwayat Bukhori-Muslim). Dalam kondisi seberat itu beliau masih mengingatkan umatnya akan bahayanya syirik, yang bisa muncul melalui pengagungan terhadap kuburan Nabi-Nabi atau orang-orang sholih.
Dengan demikian Agama Tauhid merupakan agama warisan para Nabi dan Rasul. Agama Tauhid merupakan dasar agama semua umat manusia. Agama ini akan ada sampai Hari Kiamat. Ketika sudah hilang agama Tauhid dari permukaan bumi alamat berakhirnya kehidupan dunia dan datanglah Hari Kiamat. Rasulullah bersabda, " Akan terjadi hari Kiamat ketika sudah tidak lagi diucapkan di permukaan bumi ini الله ! الله." Hanya dengan agama inilah kita akan selamat. Tidak ada yang bisa menyelamatkan hidup kita di dunia dari kesesatan selain dengan agama Tauhid. Tidak ada yang bisa melindungi kita dari pedihnya adzab neraka selain dengan agama Tauhid. Wallohu A'lam (Abu Yusuf)
Maraji' :
- Tafsir Ibnu Katsir
- Terjemah Al-Qur'an, cetakan Saudi
- Fathul Majid oleh Syaikh Abdurrohman Alu Syaikh
- Mabahits Aqidah Ahlissunnah oleh Dr. Abdulkarim Al-Aql
- Siroh Nabawiyah Shohihah oleh Dr. Akrom Dhiya' Al-'Umary
Diposting oleh Ardy Abdul 'Aziz Al Batafy di 20.09 0 Aqwaal
Label: dasar tauhid